Katana atau pedang samurai yang terkenal di seluruh dunia akan menjadi suatu kesempurnaan dari perancang pedang itu sendiri. Katana merupakan simbol dari samurai dan Jepang secara keseluruhan. Untuk Negara Jepang, Pedang atau katana telah menjadi harta Nasional sejak tahun 1989.
Hal ini telah menjadi budaya kaum shogun dan diturunkan dari satu shogun kepada shogun yang lain pada Periode Edo (Shogun adalah istilah bahasa Jepang yang berarti jenderal). Selama restorasi Meiji pada akhir abad ke-19 (yang berusaha untuk membawa Jepang ke dalam dunia modern) banyak samurai yang pergi memberontak ketika pemerintah berusaha untuk menjauhkan mereka dari hak untuk memakai katana sebagai simbol mereka.
Bahkan setelah kehilangan hak untuk memakai pedang, samurai tetap dihormati sebagai leluhur bangsa Jepang. Namun, pada akhir Perang Dunia Kedua penjajah Amerika menuntut agar semua penduduk Jepang menyerah dari segala bentuk persenjataan, termasuk pedang leluhur mereka. Terdapat satu pedang yang hilang yaitu "Honjo Masamune", yang dikenal sebagai Pedang Legendaris.
Nama pedang legandaris tersebut berasal dari orang yang membuatnya: Goro Masamune (1264-1343 M). Masamune pernah diakui sebagai pembuat pedang yang terbesar dalam sejarah Jepang. Pedangnya dikenal karena keindahan dan kualitas yang tak tertandingi. Kualitas Pedang Honjo Masamune sangat luar biasa, meskipun pada saat itu pedang yang dibuat menggunakan baja, masih terdapat banyak ketidak sempurnaan.
Berdasarkan legenda yang ada, pedang Goro Masamune dikisahkan telah bersaing dengan muridnya sesama pembuat pedang, Sengo Murasama. Murasama menantang Masamune untuk membuat pedang, yang kemudian di uji dengan menggantungkanya pada ranting kecil di sungai dengan bagian yang tajam menghadap ke arus sungai.
Hasil dari ujian tersebut memberikan julukan "Juuchi Yosamu" atau "Sepuluh Ribu Malam yang dingin" kepada Murasama dan julukan "Yawarakai-Te" atau "Tangan Lembut" kepada Masamune. Pedang Murasama dapat memotong apapun yang melewatinya. Ikan, dedauan, bahkan udara yang menghembus kearahnya dapat terpotong oleh Pedang Murasama. Sedangkan Pedang Masamune, tak sanggup memotong apapun yang melewatinya. Tak ada daun yang teriris, ikan-ikan bahkan berenang disekitarnya. Udara mendesis lembut saat melewati pedang Masamune itu. Karena hal itu, Murasama merasa berbangga diri dan merasa kemenangan ada di tanganya.
Pada saat pertandingan itu berlangsung, seorang biarawan yang ikut menonton pertandingan tersebut menjelaskan bahwa pedang Murasama adalah pedang yang sangat bagus yang dapat memotong apapun. Sedangkan pedang Masamune adalah adalah pedang yang lebih bagus, karena tidak akan melukai yang tidak bersalah. Pedang Murasama menungjukan sifat jahat dan haus akan darah. Dengan begitu, hal ini menyebabkan tradisi pedang Murasama harus merasakan darah sebelum bertarung, bahkan sampai harus menyakiti pemiliknya sendiri untuk memuaskan rasa haus darahnya itu.
Banyak sekali legenda atau cerita dari pedang legendaris "Honjo Masamune" ini, salah satunya adalah yang diatas. Di lain kesempatan akan dibahas lagi berdasarkan legenda atau cerita yang berbeda.Semoga bermanfaat. Sumber Viva.co.id
Hal ini telah menjadi budaya kaum shogun dan diturunkan dari satu shogun kepada shogun yang lain pada Periode Edo (Shogun adalah istilah bahasa Jepang yang berarti jenderal). Selama restorasi Meiji pada akhir abad ke-19 (yang berusaha untuk membawa Jepang ke dalam dunia modern) banyak samurai yang pergi memberontak ketika pemerintah berusaha untuk menjauhkan mereka dari hak untuk memakai katana sebagai simbol mereka.
Bahkan setelah kehilangan hak untuk memakai pedang, samurai tetap dihormati sebagai leluhur bangsa Jepang. Namun, pada akhir Perang Dunia Kedua penjajah Amerika menuntut agar semua penduduk Jepang menyerah dari segala bentuk persenjataan, termasuk pedang leluhur mereka. Terdapat satu pedang yang hilang yaitu "Honjo Masamune", yang dikenal sebagai Pedang Legendaris.
Nama pedang legandaris tersebut berasal dari orang yang membuatnya: Goro Masamune (1264-1343 M). Masamune pernah diakui sebagai pembuat pedang yang terbesar dalam sejarah Jepang. Pedangnya dikenal karena keindahan dan kualitas yang tak tertandingi. Kualitas Pedang Honjo Masamune sangat luar biasa, meskipun pada saat itu pedang yang dibuat menggunakan baja, masih terdapat banyak ketidak sempurnaan.
Berdasarkan legenda yang ada, pedang Goro Masamune dikisahkan telah bersaing dengan muridnya sesama pembuat pedang, Sengo Murasama. Murasama menantang Masamune untuk membuat pedang, yang kemudian di uji dengan menggantungkanya pada ranting kecil di sungai dengan bagian yang tajam menghadap ke arus sungai.
Hasil dari ujian tersebut memberikan julukan "Juuchi Yosamu" atau "Sepuluh Ribu Malam yang dingin" kepada Murasama dan julukan "Yawarakai-Te" atau "Tangan Lembut" kepada Masamune. Pedang Murasama dapat memotong apapun yang melewatinya. Ikan, dedauan, bahkan udara yang menghembus kearahnya dapat terpotong oleh Pedang Murasama. Sedangkan Pedang Masamune, tak sanggup memotong apapun yang melewatinya. Tak ada daun yang teriris, ikan-ikan bahkan berenang disekitarnya. Udara mendesis lembut saat melewati pedang Masamune itu. Karena hal itu, Murasama merasa berbangga diri dan merasa kemenangan ada di tanganya.
Pada saat pertandingan itu berlangsung, seorang biarawan yang ikut menonton pertandingan tersebut menjelaskan bahwa pedang Murasama adalah pedang yang sangat bagus yang dapat memotong apapun. Sedangkan pedang Masamune adalah adalah pedang yang lebih bagus, karena tidak akan melukai yang tidak bersalah. Pedang Murasama menungjukan sifat jahat dan haus akan darah. Dengan begitu, hal ini menyebabkan tradisi pedang Murasama harus merasakan darah sebelum bertarung, bahkan sampai harus menyakiti pemiliknya sendiri untuk memuaskan rasa haus darahnya itu.
Banyak sekali legenda atau cerita dari pedang legendaris "Honjo Masamune" ini, salah satunya adalah yang diatas. Di lain kesempatan akan dibahas lagi berdasarkan legenda atau cerita yang berbeda.Semoga bermanfaat. Sumber Viva.co.id
Subscribe by Email
Misteri Pedang Terhebat di Jepang, Honjo Masamune
4/
5
Oleh
Asyifa Indania